exposedaily.id
Beranda Daerah  Amdal Tertutup, Ganti Rugi Menggantung Luka di Perbatasan Tambang PT. Tri usaha baru

 Amdal Tertutup, Ganti Rugi Menggantung Luka di Perbatasan Tambang PT. Tri usaha baru

Opini Publik Oleh Siraj Naufal M. Dabi Dabi (Foto : Exposedaily/Dade)

Galela, Exposedaily.id – Di balik gemuruh mesin tambang di utara Halmahera, ada suara-suara yang pelan tapi tegas: suara warga Desa Roko, Kecamatan Galela Barat, yang mempertanyakan nasib tanah warisan leluhur mereka. PT Tri Usaha Baru (TUB), pemegang IUP 7.700 hektar dan IPPKH 200 hektar, kini menguasai wilayah yang berbatasan langsung antara Halmahera Barat dan Halmahera Utara.

Namun, di atas peta konsesi itu, ada kehidupan yang telah berlangsung turun-temurun. Kebun kelapa, pala, dan hutan rakyat bukan sekadar aset ekonomi — mereka adalah nadi kehidupan, memori keluarga, dan simbol kedaulatan masyarakat lokal.

Sebagian lahan warga telah diukur dan diberi tanda oleh perusahaan, tetapi kejelasan nilai kompensasi tak pernah sampai ke tangan mereka. Tidak ada transparansi, tidak ada kesepakatan yang sah, dan tidak ada pembuktian bahwa warga benar-benar menyetujui. Ini bukan sekadar soal nominal, melainkan soal pengakuan hak dan penghormatan martabat manusia.

Amdal seharusnya menjadi mekanisme untuk memastikan pembangunan tidak mengorbankan lingkungan dan masyarakat. Tapi di Roko, warga mengaku tak pernah diundang ke forum konsultasi, apalagi menerima salinan dokumen. Ini bukan kesalahan administratif biasa, melainkan cacat prosedural yang melemahkan legitimasi seluruh operasi tambang.

Jika prinsip keterlibatan masyarakat diabaikan, maka izin yang ada hanya sah di atas kertas, bukan di hati dan pikiran rakyat yang terdampak.

Desa Roko berada di titik rumit: wilayah Halmahera Utara, tapi berbatasan langsung dengan konsesi tambang di Halmahera Barat. Saat masalah muncul, pemerintah daerah saling lempar tanggung jawab. Hasilnya, warga tak punya tempat mengadu.

Konflik ini menjadi alarm bahwa sistem perizinan tambang yang terpusat di Jakarta melalui OSS justru menjauhkan rakyat dari pengambilan keputusan. Akses terhadap peta IUP, dokumen Amdal, dan forum negosiasi harus dibuka selebar-lebarnya. Pemerintah provinsi dan pusat tidak bisa hanya menjadi penonton, apalagi membiarkan perusahaan beroperasi tanpa menghormati hak masyarakat.

Sebagai anak Galela, penulis menyampaikan bahwa masyarakat tidak menolak investasi. Yang ditolak adalah ketidakadilan. Tanah ini bukan sekadar komoditas — ia adalah warisan, identitas, dan penopang hidup. Selama Amdal tertutup dan ganti rugi menggantung, tambang ini tetap cacat moral.

Suara dari Roko adalah peringatan dari utara Halmahera: pembangunan yang mengabaikan keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis hanyalah jalan pintas menuju krisis.

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan