exposedaily.id
Beranda Internasional Kudeta di Madagaskar: Militer Ambil Alih Kekuasaan Setelah Presiden Rajoelina Dimakzulkan

Kudeta di Madagaskar: Militer Ambil Alih Kekuasaan Setelah Presiden Rajoelina Dimakzulkan

Sosok Presiden Madagaskar, Andry Rajoelina (Foto: Dokumentasi/X – PrèsidenceMadagascar)

Antananarivo, Exposedaily.id — Situasi politik di Madagaskar memanas setelah militer mengambil alih kekuasaan usai parlemen resmi memakzulkan Presiden Andry Rajoelina. Pemakzulan itu terjadi di tengah gelombang protes besar-besaran yang dipimpin oleh kelompok muda, terutama generasi Gen Z, yang menuntut perubahan dan menentang korupsi.

Dikutip dari Reuters, Rajoelina sebelumnya menolak mundur meskipun tekanan publik meningkat tajam. Namun pada Sabtu (15/10/2025), Kolonel Michael Randrianirina mengumumkan secara resmi pengambilalihan kekuasaan oleh militer melalui siaran radio nasional.

“Militer telah membubarkan semua lembaga negara kecuali Majelis Nasional. Sebuah komite militer akan memerintah negara hingga dua tahun ke depan sebelum diadakan pemilu baru,” ujar Randrianirina dalam pernyataannya.

Dalam pengumuman itu, Senat, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilu, Mahkamah Kehakiman, dan Dewan Hak Asasi Manusia juga dinyatakan ditangguhkan sementara. Keputusan ini menandai awal dari pemerintahan transisi militer di negara kepulauan Afrika tersebut.

Kudeta ini terjadi setelah Rajoelina mencoba membubarkan Majelis Nasional melalui dekret presiden. Namun langkah itu justru memicu perlawanan parlemen yang tetap melanjutkan pemungutan suara pemakzulan. Kondisi ini menyebabkan kebuntuan konstitusional yang akhirnya dimanfaatkan militer untuk mengambil alih kekuasaan.

Rajoelina, yang sebelumnya naik ke tampuk kekuasaan melalui kudeta pada 2009, mengecam tindakan militer dan menyebutnya sebagai langkah ilegal. Menurut sumber oposisi dan diplomat asing, sang presiden melarikan diri dengan pesawat militer Prancis menuju lokasi yang dirahasiakan, dengan alasan keselamatan.

“Presiden telah berpindah ke tempat aman karena adanya ancaman terhadap nyawanya,” ujar salah satu pejabat pemerintah.

Kolonel Randrianirina, yang kini menjadi tokoh sentral dalam pemerintahan baru, dikenal sebagai komandan unit elit CAPSAT, unit yang juga berperan penting dalam kudeta 2009. Kali ini, CAPSAT kembali menjadi kunci setelah menolak menembaki pengunjuk rasa dan justru berpihak pada rakyat.

Demonstrasi di Antananarivo pertama kali meletus pada 25 September, dipicu oleh krisis air dan listrik, namun dengan cepat berkembang menjadi pemberontakan terhadap korupsi, ketimpangan sosial, dan kebijakan pemerintahan Rajoelina.

Ribuan demonstran mengibarkan spanduk bertuliskan penolakan terhadap Rajoelina, menuduhnya sebagai “boneka Prancis” karena kewarganegaraan gandanya. Beberapa pengunjuk rasa bahkan menggunakan simbol tengkorak dan tulang bersilang ala anime One Piece sebagai bentuk perlawanan budaya populer terhadap elit politik.

“Apakah kalian siap menerima pengambilalihan militer?” tanya Randrianirina di hadapan massa, yang kemudian disambut sorak sorai meriah.

Meskipun militer kini menguasai pemerintahan, banyak warga berharap transisi ke pemerintahan sipil dapat dilakukan secepatnya dan pemilu baru digelar dalam waktu dekat.

Situasi di ibu kota Antananarivo masih tegang, dengan sejumlah kantor pemerintahan dijaga ketat oleh pasukan bersenjata. Negara-negara tetangga di Afrika dan lembaga internasional seperti Uni Afrika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan agar militer menghormati hak asasi manusia serta memastikan proses demokratis segera dipulihkan.

Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya

Join now
Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan